
Indeks harga saham gabungan atau IHSG ditutup menguat pada akhir perdagangan hari ini, Kamis, 16 Juni 2022. IHSG menguat usai pasar mencerna kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) sebesar 75 basis poin semalam.
IHSG akhirnya parkir pada posisi 7.050,32 atau menguat 0,62 persen. Adapun sepanjang hari ini indeks bergerak di kisaran 7.025-7.138.
Selama perdagangan hari ini tercatat 326 saham menguat, 206 saham melemah dan 154 saham bergerak di tempat. Adapun investor asing tercatat membukukan aksi net foreign buy Rp 391 miliar.
Investor asing terlihat mengincar saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar Rp 313,6 miliar, atau yang terbanyak pada hari ini. Berikutnya ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 136,6 miliar dan PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) senilai Rp 36 miliar.
Sementara itu, saham PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) naik 11,54 persen atau mencatat kenaikan tertinggi hari ini. Berikutnya ada PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Rukun Raharha Tbk (RAJA) dengan naik masing-masing 7,97 persen dan 7,5 persen.
Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang sebelumnya menyatakan selama 5 hari berturut-turut indeks DJIA turun tajam sebesar 2.815,3 poin atau 8,77 persen, dan akhirnya berbalik menguat sebesar 1 persen dalam perdagangan Rabu kemarin, 15 Juni 2022.
Hal tersebut, menurut dia, menandakan pasar menyambut kenaikan Fed Fund Rate (FFR) atau suku bunga AS sebesar 75 bps yang sudah diperkirakan sebelumnya. The Fed juga mengisyaratkan akan kembali menaikkan FFR sebesar 75 bps dalam pertemuan bulan Juli mendatang.
Menurut Edwin, bila rebound DJIA dikombinasikan dengan naiknya EIDO sebesar 0,31 persen serta naiknya harga beberapa komoditas seperti batu bara naik 4,31 persen, emas naik 1,45 persen dan nikel sebesar 2,39 persen di tengah penurunan yield obligasi AS sebesar 0,54 persen untuk tenor 10 tahun bakal berpotensi menjadi sentimen positif bagi penguatan IHSG.
“Dan naiknya harga obligasi dalam perdagangan Kamis ini,” kata Edwin, Kamis, 16 Juni 2022.
Sementara itu, menurut dia, potensi sentimen negatif yang perlu diantisipasi akan berasal dari turunnya harga beberapa komoditas seperti minyak, CPO, serta timah. Penurunan ini terjadi di tengah berlanjutnya penurunan nilai tukar rupiah atas dolar AS serta net sell investor asing.